Pages

Sabtu, 08 Agustus 2015

Menghitung Tingkat Kesadaran menggunakan Glasgow Comma Scale (GCS)

Penghitungan tingkat kesadaran pada pasien dengan penurunan kesadaran biasa digunakan dalam keadaan cepat dan darurat adalah menggunakan AVPU.
A = Alert --> pada saat memanggil pasien, pasien segera bangun, respon cepat.
V = Voice --> pada saat kita meminta pasien bangun, pasien baru segera respon bangun atau membuka mata.
P = Pain --> pada saat diberikan rangsangan nyeri ataupun digoyang2kan, pasien baru bangun atau sadar.
U = Unresponse --> pasien tidak merespon walau diberi rangsang apapun.

Namun untuk lebih pastinya apakah pasien dalam keadaan cedera ringan, sedang, atau berat, menentukan pasien kesadarannya baik atau bahkan koma, biasa digunakan penghitungan tingkat kesadaran menggunakan GCS (Glasgow Comma Scale).


Pemeriksaan Tingkat Kesadaran GCS:
1. Panggil bapak/ibu --> Eye Response (Spontan/tidak) 4
2. Minta pasien untuk bangun --> Eye Response (bangun terhadap rangsangan suara atau tidak) 3
3. Goyang-goyangkan tubuh pasien atau beri rangsangan nyeri (tekan pelan bagian sekitar mata) --> Eye response (bangun terhadap rangsangan nyeri atau tidak) 2 atau 1 sekalian dilihat motorik responsenya.
4. Tanyakan siapa namanya --> Verbal Response (Menjawab sesuai / malah sambil berkata kesakitan di bagian tertentu) 5 atau 4
5. Tolong diangkat tangan kanan/kirinya --> Motoric response

Setelah itu dihitung:
Eye + Verbal + Motoric =...
nilai GCS adalah minimal 3. GCS tidak dapat dihitung pada pasien buta, tuli, bisu.

Cedera Ringan = 13 - 15
Cedera Sedang = 9 - 12
Cedera Berat = 3 - 8

Jumat, 16 Januari 2015

Macam-Macam Penyakit dengan Benjolan di Kulit (ada yang disertai Hiperpigmentasi)

Berdasarkan benjolan pada bagian Epidermis-Dermis:

· Melanoma Maligna

Melanoma maligna adalah tumor ganas yang berasal dari sel melanosit dengan gambaran berupa lesi kehitam-hitaman pada kulit. Biasa terjadi pada pria maupun wanita usia 30 sampai 60 tahun. Dibagi menjadi 3 jenis melanoma maligna, yaitu Superficial spreading melanoma (SSM) dengan gambaran timbulnya nevus atau pada kulit normal, berupa plak archiformis berukuran 0,5 – 3 cm dengan tepi meninggi dan ireguler. Pada permukaannya terdapat campuran warna seperti cokelat, abu-abu, biru, hitam, dan sering kemerahan. Jenis kedua adalah Nodular melanoma yang memiliki sifat lebih agresif, berupa nodul setengah bola atau polipoid dan eksofitik, berwarna cokelat kemerahan atau biru sampai kehitaman. Dapat mengalami ulserasi, perdarahan dan timbul lesi satelit. Jenis ketiga adalah Lentigo maligna melanoma (LML) dengan gambaran berupa makula cokelat sampai kehitaman, berukuran sentimeter dengan tepi tidak teratur, dapat berkembang menjadi nodul biru kehitaman yang invasif dan agak hiperkeratotik, biasanya lebih banyak pada wainta.

· Nevus Pigmentosus

Nevus pigmentosus merupakan tumor jinak yang tersusun dari sel-sel nevus. Sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk sarang-sarang pada dermis. Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua bagian kulit tubuh, termasuk membrana mukosa dekat permukaan tubuh. Lesi dapat datar, papuler, atau papilomatosa, biasanya berukuran 24 mm, namun dapat bervariasi dari sebesar peniti sampai sebesar telapak tangan. Pigmentasinya juga bervariasi dari warna kulit sampai coklat kehitaman. Nevus pigmentosus kongenital merupakan nevus yang terdapat sejak lahir atau timbul beberapa bulan setelah kelahiran.

· Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah tumor ganas dari epitel skuamosa. Tumor ini sering terjadi dibanding tumor ganas epitel lainnya dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Tanda dari tumor ini biasanya tampak lesi berbentuk bulat atau tidak beraturan, dengan ciri seperti plakat atau noduler yang tertutup oleh sisik, dengan batas tidak jelas, disertai eritema berbentuk nodul seperti kubah dengan bagian tengah yang mengalami ulserasi. Tumor ini dapat menginvasi daerah dibawah kelenjar keringat dan memiliki tingkat keganasan yang lebih tinggi.

· Keratosis Seboroik

Keratosis seboroik adalah tumor jinak kulit yang berasal dari proliferasi epidermis dan keratin menumpuk diatas permukaan kulit sehingga memberikan gambaran yang (menempel) sering dijumpai pada orang tua usia 40-50 tahun keatas, terutama pada orang berkulit putih. Etiologi tidak diketahui pasti, diduga ada faktor genetik yang mempengaruhi. Gejala dan tanda dimulai dengan lesi datar, berwarna coklat muda sampai tua, berbatas tegas dengan permukaan licin seperti lilin atau hiperkeratotik bisa mengelupas berulang kali. Diameter lesi bervariasi biasanya antara beberapa milimeter sampai 3 cm. Lama kelamaan lesi akan menebal, dan memberi gambaran yang khas yaitu menempel (stuck on) pada permukaan kulit. Lesi yang telah berkembang penuh sering tampak mengalami pigmentasi yang gelap dan tertutup oleh skuama berminyak. Bentuk klinis yang lain berupa nodul soliter berwarna coklat kehitaman dengan tumpukan keratin. Bentuk seperti papel kecil bertangkai biasanya pada leher dan daerah aksila. Predileksi pada daerah seboroik yaitu dada punggung, perut, wajah dan leher.

· Kista dermoid

Kista dermoid merupakan kista yang berasal dari ektodermal, dindingnya dibatasi oleh epitel skuamosa berlapis dan berisi apendiks kulit serta biasanya terdapat pada garis fusi embrional. Kista dermoid jarang terjadi, mengenai pria dan wanita sama banyaknya, namun ada pendapat lain yang mengatakan lebih banyak dijumpai pada pria. Gejala berupa nodul intrakutan atau subkutan, soliter berukuran l- 4 cm, mudah digerakkan dari kulit diatasnya dan dari jaringan di bawahnya. Pada perabaan, permukaannya halus, konsistensi lunak dan kenyal, dan secara makroskopis isi kista berupa material keratin yang berlemak dengan rambut, juga kadang-kadang tulang, gigi atau jaringan syaraf. Lokasi tumor biasanya pada kepala dan leher, pada garis fusi embrionik kadang juga pada ovarium. 


Berdasarkan benjolan pada bagian subkutis:

· Hemangioma

Hemangioma adalah tumor jinak pembuluh darah yang terdiri dari prolifelasi sel-sel endotel, yang dapat terjadi pada kulit membrana mukosa, dan organ-organ lain. Secara histopatologis dapat dibedakan menjadi hemangioma kapiler, hemangioma kavernosa dan campuran. Hermangioma kapiler terdiri dari pembuluh darah kecil dan superfisial, lunak serta hilang pada penekanan.Termasuk dalam kategori ini adalah nevus flameus, hemangioma strawberi. Sedangkan hemangioma kavernosa mengenai pembuluh darah yang lebih besar dan lebih dalam, serta warnanya lebih gelap dibandingkan hemangioma kapilaris.

· Kista Ateroma

Kista ateroma merupakan benjolan yang terbentuk dari akibat adanya sumbatan pada muara kelenjar keringat. Benjolan tersebut berbentuk bulat dan berdinding tipis. Kista ateroma terbentuk Sekret kelenjar keringat yaitu sebum dan sel-sel mati tertimbun dan berkumpul dalam kantung kelenjar. Lama kelamaan akan membesar dan terlihat sebagai massa tumor yang berbentuk lonjong sampai bulat, lunak-kenyal, berbatas tegas, berdinding tipis, tidak terfiksir ke dasar, umumnya tidak nyeri, tetapi melekat pada dermis di atasnya. Daerah muara yang tersumbat merupakan tanda khas yang disebut puncta (titik kehitaman yang letaknya biasanya di permukaan kulit tepat di tengah massa). Banyak ditemukan pada bagian tubuh yang banyak mengandung kelenjar keringat, misalnya muka, kepala, punggung. Bentuk bulat, berbatas tegas, berdinding tipis, dapat digerakkan, melekat pada kulit di atasnya. Berisi cairan kental berwarna putih abu-abu, kadang disertai bau asam. Jika terjadi peradangan, kista akan memerah dan nyeri.

Sumber:
Japaries Willie.2008.Onkologi klinik. FKUI.2008
Robbins, Cotran. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: EGC.
Sudiono, Janti, dkk. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: EGC.

Sumber Gambar dari Google Search, mohon maaf yaa apabila gambar ada yang tidak sesuai dengan keterangannya

Senin, 12 Januari 2015

Macam-Macam Penyakit Dengan Benjolan di Leher

Secara umum benjolan di daerah leher, disebabkan oleh 4 kelainan atau penyebab utama yaitu:
1.   Kelainan kongenital.  Pada kelainan ini,benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu. Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher adalah hygroma colli , kista branchial , kista ductus thyroglosus.

a.   Kista duktus tiroglosus, Kista duktus tiroglosus adalah kelainan kongenital yang paling banyak dijumpai di daerah leher  berkisar 2-4% dari seluruh massa leher. Secara histologis kista ini memiliki epitel kolumnar seperti di daerah dasar lidah hingga mediastinum. Terletak pada bagian tengah/sentral dari leher, biasa dijumpai pada anak-anak namun juga dapat baru dijumpai saat dewasa setelah kista membesar dan penderita merasa terganggu.



b. Kista branchial, Kista celah brankial kedua merupakan suatu masa kistik kongenital pada leher, yang berada dibawah angulus mandibula dan bagian anterior kista mendorong glandula submandibular, bagian medial berbatasan dengan arteri karotis eksterna dan vena jugular interna, dan bagian posterior otot sternokleidomastoideus.

2.        Infeksi pada daerah leher dapat berupa infeksi akut atau infeksi menahun. Biasanya infeksi akut disertai adanya gejala panas badan, rasa sakit dan adanya warna kemerahan pada benjolan tersebut. Infeksi menahun atau kronis yang paling sering ditemukan adalah benjolan akibat penyakit TBC kelenjar.


a.    TBC kelenjar. Benjolan dapat berupa benjolan kecil ukuran beberapa milimeter sampai ukuran beberapa centimeter, bisa hanya satu buah namun dapat juga langsung beberapa buah dan paling sering terletak di samping leher kiri atau kanan , bahkan kadang di samping leher kiri dan kanan sekaligus.

b.    Cystic hygroma. Lesi timbul dari penyumbatan kelenjar limfatik tersering di bagian posterior seitiga dari leher, aksila, sela paha dan mediastinum. Jaringan yang berdekatan dan juga kumpulan dari pembuluh darah dapat menyebabkan penyumbatan jalan udara. Pembesaran yang tiba-tiba disebabkan infeksi streptokokus atau stafilokokus dapat juga menyebabkan penyumbatan aliran udara.


3.       Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastik. Istilah ini biasanya sinonim dengan tumor. Neoplasma benigna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tidak menginvasi jaringan sekitar dan tidak bermetastasis. Sedangkan neoplasma maligna mengacu pada sel-sel neoplastik yang tumbuh dengan menginvasi jaringan sekitar dan mempunyai kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif. Tumor ini dapat mengenai kelenjar tiroid, dapat pula terjadi pada kelenjar getah bening.


4.        Kelainan lain di daerah leher dapat disebabkan misalnya oleh kelainan pembuluh darah di daerah leher seperti aneurisma subklavia. Ada juga kelainan di leher yaitu pada kelenjar gondok yang disebabkan kekurangan yodium di tubuh terutama terjadi di daerah endemis gondok.


Sumber :
Grace, Pierce A., Neil R. Borley. 2007. At A Glance ILMU BEDAH Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga Medical Series.
journal.unair.ac.id/.../ PENATALAKSANAAN%20KISTA%20DUKTUS...
Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Sabtu, 10 Januari 2015

Patomekanisme Malaria oleh Plasmodium Falciparum

Infeksi merupakan masuknya mikroorganisme dan penggandaan dari mikroorganisme (agen) didalam tubuh pejamu (host). Pada penyakit infeksi yang menyebabkan kerusakan jaringan dan fungsi sehingga reaksi radang terjadi menyebabkan munculnya manifestasi klinis. Manifestasi klinis ini salah satunya adalah demam. Demam ini terjadi bisa disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium falciparum.



Bila parasit ini masuk kedalam tubuh penderita melalui nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dan akan menuju ke hati sebagian besar dan sebagian kecil akan mati di darah. Di dalam parenkim hati akan mulainya perkembangan aseksual yang membutuhkan waktu 5,5 hari bagi parasit Plasmodium falciparum. Setelah sel parenkim hati telah terinfeksi, terbentuknya skizont hati yang bila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah dan akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Parasit akan memakan hemoglobin dalam darah menyebabkan pucat dan dingin karena berkurangnya Hb dalam darah.

Berkurangnya Hb dalam darah menyebabkan O2 yang diikat oleh eritrosit menjadi berkurang sehingga transpor O2 ke otak menjadi sedikit dan ini akan mengakibatkan munculnya rasa pusing. Dan nyeri di kepala akibat terjadinya aktivasi dari sistem imun (radang) yang mengeluarkan mediator kimia yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi sehingga menyebabkan gangguan tekanan intra kranial sehingga timbul rasa nyeri di kepala.

Karena terjadinya infeksi dan inflamasi menyebabkan pusat suhu di hipotalamus kurang peka terhadap panas. Mula-mula pasien akan merasa sangat dingin sehingga termostat di hipotalamus menginginkan suhu lebih tinggi (panas), perubahan suhu pada termostat ini yang merupakan penyebab demam paling sering. Karena termostat menginginkan suhu lebih tinggi akibat rasa dingin yang dirasakan karena berkurangnya kepekaan hipotalamus, muncullah reaksi tubuh dengan cara menggigil agar dapat menghasilkan panas.

Rasa nyeri di tubuh disebabkan karena terjadinya parasit yang merusak eritrosit di dalam tubuh. Bila infeksi semakin memberat oleh karena parasit yang merusak eritrosit akan menyebabkan saluran cerna bagian atasnya mengalami erosi dan iskemi sehingga pasien dapat merasakan rasa mual dan muntah, bahkan bisa disertai dengan diare. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan osmolaritas plasma karena cairan yang dikeluarkan akibat muntah.

Kesadaran yang menurun yang terjadi pada pasien disebabkan oleh karena sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadinya anoksia otak karena eritrosit yang mengandung parasit sulit melalui kapiler.

Sumber:
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009.  BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Pringgoutomo, Sudarto, dkk. 2006. BUKU AJAR PATOLOGI I (Umum) Edisi Ke-1. Jakarta: Sagung Seto.
McGlynn, Burnside. 1995. ADAMS DIAGNOSIS FISIK Edisi 17. Jakarta: EGC.

Jumat, 09 Januari 2015

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Penunjang Normal (Pemeriksaan Urin dan Darah)

Berikut dibawah ini merupakan nilai/kadar normal dari pemeriksaan penunjang laboratorium:
  • Pemeriksaan Urin
Yang diperiksa warna urin, berat jenis urin, pH urin, Leukosit didalam urin.

  • Pemeriksaan Darah
Yang diperiksa dalam darah adalah kadar Hemoglobin (Hb), Leukosit, Ureum, Kreatinin, Gula Darah Sewaktu (GDS), SGOT, SGPT, Elektrolit (Natrium/Kalium/Chlorine).



Kanker Kolon

Panjang total usus besar orang dewasa adalah sekitar 1,5 m, termasuk sekum, apendiks, kolon asenden, kolon transversal, kolon desenden, kolon sigmoid, rektum dan kanalis analis, 6 bagian terdepan termasuk dalam kolon. Kanker usus besar merupakan salah satu tumor ganas saluran cerna yang paling sering ditemukan.

Epidemiologi
Diseluruh dunia insiden rata-rata kanker kolon pria adalah 16,6/100.000, wanita 14,7/100.000; insiden kanker rektum rata-rata pria adalah 11,9/100.000, wanita 7,7/100.000. Di Cina usia terbanyak adalah 40-60 tahun, tapi usia dibawah 30 tahun menempati 1/5. Laporan literatur pasien termuda baru berusia 9 bulan. Diluar negeri, selisih insiden antara pria dan wanita tidak besar. Di Cina pria lebih banyak dari wanita, sekitar 2:1.

Diduga kejadian kanker usus besar berhubungan dengan faktor lingkungan, kebiasaan hidup dan pola diet dan banyak kaitan dengan suku bangsa.

Etiologi
Etiologi kanker usus besar sama seperti kanker lain belum jelas hingga kini, tapi sudah diperhatikan adanya kaitan dengan faktor berikut ini.

1. Hereditas dan kanker usus besar, risiko terkena kanker usus besar untuk masyarakat umum adalah 1/50, risiko terkena bagi generasi pertama pasien meningkat 3 kali menjadi 1/17, jika dalam keluarga generasi pertama terdapat 2 orang penderita, risikonya naik menjadi 1/6. Sifat herediter familial ini pada kanker kolon lebih sering ditemukan dibanding kanker rektum.

2. Faktor diet. Umumnya dianggap tingginya masukan protein hewani, lemak dan rendahnya serat makanan merupakan faktor insiden tinggi kanker usus besar. Masukan tinggi lemak, sekresi empedu juga banyak, hasil uraian asam empedu juga banyak, aktivitas enzim bakteri anaerob dalam usus juga meningkat, sehingga karsinogen dalam usus juga bertambah mengarah ke timbulnya kanker usus besar.

3. Kelainan usus besar nonkarsinoma, seperti kolitis ulseratif kronis, poliposis, adenoma, dll. Diperkirakan sekitar 3-5% kolitis ulseratif timbul kanker usus besar.

4. Parasitosis. Data dari Cina menunjukkan sekitar 10,8-14,5% penyakit skistomosomiasis lanjut berkomplikasi kanker usus.

5. Lainnya, misalnya faktor lingkungan berkaitan dengan kanker usus besar, di daerah defisiensi molibdenum kanker usus besar banyak, pekerja asbes juga banyak menderita kanker usus besar.

Manifestasi Klinis
Kanker usus besar stadium dini tanpa gejala jelas, setelah penyakit progresi ke tingkat tertentu baru muncul gejala klinis, terutama tampak dalam 5 aspek berikut:

1. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi: sering buang air besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti, tenesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar abdomen. Pasien lansia bereaksi tumpul dan lamban, tidak peka nyeri, kadang kala setelah terjadi perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri dan berobat.

2. Hematokezia: tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah segar atau merah gelap, biasanya tidak banyak, intermitten. Jika posisi tumor agak tinggi, darah dan feses bercampur menjadikan feses mirip selai. Kadang kala keluar lendir berdarah.

3. Ileus: Ileus merupakan tanda lanjut kanker kolon. Ileus kolon sisi kiri sering ditemukan. Kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplastik menginvasi ke sekitar dinding usus membuat lumen usus menyempit hingga ileus, sering berupa ileus mekanik nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut, lalu timbul sakit perut intermiten, borborigmi, obstipasi atau feses menjadi kecil bahkan tak dapat buang angin atau feses. Sedangkan ileus akut umumnya disebabkan karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi intususepsi dan ileus karena tumor pada pasien lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus memikirkan kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut maupun kronik, gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah mungkin usus kecil sudah terinvasi tumor.

4. Massa abdominal, ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu di daerah abdomen dapat diraba adanya massa, sering ditemukan pada kolon belahan kanan. Pasien lansia umumnya mengurus, dinding abdomen relatif longgar, massa mudah diraba. Pada awalnya massa bersifat mobil, setelah menginvasi sekitar menjadi terfiksasi.

5. Anemia, pengurusan, demam, astenia dan gejala toksisk sistemik lain. Karena pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka panjang menyebabkan anemia; infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan gejala toksik.

Manifestasi stadium lanjut
Invasi luas tumor dalam kavum pelvis menimbulakn nyeri daerah lumbosakral, iskialgia dan neuralgia obturatoria; ke anterior menginvasi mukosa vagina dan vesika urinaria menimbulkan perdarahan per vaginam atau hematuria, bila parah dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikal; obstruksi ureter bilateral menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada uretra menimbulkan retensi urin; asites, hambatan saluran limfatik atau tekanan pada vena iliaka menimbulkan udem tungkai, skrotal, labial; perforasi menimbulkan peritonitis akut, abses abdomen; metastasis jauh seperti ke hati menimbulkan hepatomegali, ikterus, asites; metastasis ke paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis; metastasis tulang menimbulkan nyeri tulang, pincang, dll. Akhirnya dapat timbul kaheksia, kegagalan sistemik.

Tanda Fisik
Lokal dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk meraba rectum, sigmoidoskopi atau kolonoskopi fiberoptik untuk melihat tumor intra luminal, di regio abdomen juga sering kali teraba massa. Pemeriksaan sistemik dapat menemukan anemia dan tanda metastasis seperti limfadenopati supra klavikular, massa hepar, dll.

Pemeriksaan penunjang
  • Endoskopi
  • X-ray
  • USG
  • CT Scan
  • MRI
  • CTVC
  • PET/CT
  • Zat petanda tumor
  • Tes darah samar Feses
  • Pemeriksaan sitologi

Klasifikasi Kanker Usus Besar
Menurut Dukes:
  • Stadium A: kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis, tak ada metastasis kelenjar limfe.
  • Stadium B: kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat menginvasi tunika serosa, diluar serosa atau jaringan perirektal, tapi tak ada metastasi kelenjar limfe.
  • Stadium C: kanker disertai metastasis kelenjar limfe. Menurut lokasi kelenjar limfe yang terkena dibagi menjadi stadium C1 dan C2.
  • Stadium C1: kanker disertai metastasis kelenjar limfe samping usus dan mesenterium.
  • Stadium C2: kanker disertai metastasis kelenjar limfe dipangkal arteri mesenterium.
  • Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi luas lokal atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin kuratif atau nonresektabel.
Menurut TNM
T: Tumor primer

  • TX: tumor primer sulit dinilai
  • Tis: karsinoma in situ; tumor terbatas intraepitel atau hanya mengenai tunika propria mukosa.
  • T0: tak ada bukti tumor primer.
  • T1: tumor menginvasi hingga tunika muskularis propria mencapai subserosa atau mengenai kolon extraperitoneal atau jaringan perirektal\T4: tumor langsung menginvasi organ atau struktur lain dan/atau menembus pars viseralis peritoneum.
N: Kelenjar limfe regional.
  • NX: kondisi kelenjar limfe regional tak dapat dinilai.
  • N0: tak ada metastasis kelenjar limfe regional.
  • N1: metastasis 1-3 buah kelenjar limfe regional.
  • N2: metastasis >4 buah kelenjar limfe regional.
M: Metastasis jauh.
  • MX: tak dapat menilai ada tidaknya metastasis jauh.
  • M0: tak ada metastasis jauh.
  • M1: ada metastasis jauh.
Stadium menurut UICC

Tabel UICC 2002 Kanker Kolon

Terapi paling efektif kanker usus besar adalah operasi. Metode terapi utama kanker usus besar adalah operasi reseksi radikal. Bagi yang tak dapat direseksi radikal harus diupayakan reseksi paliatif atau debulking.

Kemoterapi, umumnya digunakan terapi adjuvan intra dan pasca operasi, juga sering digunakan untuk pasien stadium lanjut yang non operabel. Obat yang sering dipakai adalah fluourasi (5FU), MMC, nitrosourea.

Radioterapi berguna untuk terapi pre, pasca tau intra operasi radikal karsinoma rektum, dengan tujuan memperkuat kontrol lokal, mengurangi angka rekurensi lokal dan meningkatkan survival.Radio terapi murni memiliki survival 5 tahun hanya 5-10%. Dosis 40-60 Gy/4-6 minggu.Terhadap rekurensi pasca operasi dan metastasis jauh juga dapat diberikan radioterapi secara selektif, untuk mengurangi gejala, memperpanjang usia.

Sumber:
Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Penerbit FKUI.

Kamis, 08 Januari 2015

Definisi, Klasifikasi, Etiologi dari Disfagia

Disfagia adalah kesukaran menelan; terjadi pada daerah mulut, orofaring atau esofagus; dan biasanya akibat dari suatu kelainan motorik (misalnya serebral palsy, atau akalasia) atau obstruksi mekanis (misalnya; striktur peptik esofagus). Disfagia pada kelainan motorik mungkin bersifat intermitten dan terjadi pada makanan-makanan cair atau padat. Jika makanan padat menjadi penyebab gejala disfagia, maka bisa dibilas dengan minuman. Cairan yang dinginnya seperti es dapat memacu disfagia. Makanan cair akan masuk dengan mudah pada obstruksi mekanis, tetapi makanan padat yang tersangkut di esofagus dapat memerlukan regurgitasi. 

Dysphagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Dysphagia adalah perkataan yang berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagia berarti makan. Disfagia berhubungan dengan kesulitan makan akibat gangguan dalam proses menelan. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu.

Klasifikasi
Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring (atau transfer dysphagia) dan disfagia esofagus.
  • Disfagia orofaring timbul dari kelainan di rongga mulut, faring, dan esofagus, dapat disebabkan oleh stroke, penyakit Parkinson, kelainan neurologis, oculopharyngeal muscular dystrophy, menurunnya aliran air liur, xerostomia, masalah gigi, kelainan mukosa oral, obstruksi mekanik (keganasan, osteofi, meningkatnya tonus sfingter esophagus bagian atas, radioterapi, infeksi, dan obat-obatan (sedatif, antikejang, antihistamin). Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan , termasuk ketidakmampuan untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut, ketidakmampuan untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan, batuk dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi nasal, pemeriksaan dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural, swallowing maneuvers, modifikasi diet, modifikasi lingkungan, oral sensory awareness technique, vitalstim therapy, dan pembedahan. Bila tidak diobati, disfagia dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, malnutrisi, atau dehidrasi.
  • Disfagia esofagus  timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus bagian bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus, keganasan esofagus, esophageal rings and webs, akhalasia, skleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus nonspesifik.
Makanan biasanya tertahan beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi suprasternal notch atau di belakang sternum sebagai lokasi obstruksi, regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaan makan, dan pneumonia berulang. Bila terdapat disfagia makanan padat dan cair,  kemungkinan besar merupakan suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya pasien mengalami disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair, maka kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan apakah disfagianya sementara atau progresif.

Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme esofagus difus atau kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat disebabkan skleroderma atau akhalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang kronis, regurgitasi, masalah respirasi, atau penurunan berat badan.

Disfagia mekanik sementara dapat disebabkan esophageal ring. Dan disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh striktur esofagus atau keganasan esofagus sudah dapat disimpulkan bahwa kelainannya adalah disfagia esofagus, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pemeriksaan barium atau endoskopi bagian atas. Pemeriksaan barium harus dilakukan terlebih dahulu sebelum endoskopi untuk menghindari perforasi. Bila dicurigai adanya akhalasia pada pemeriksaan barium, selanjutnya dilakukan manometri untuk menegakkan diagnosa akhalasia. Bila dicurigai adanya striktur esofagus, maka dilakukan endoskopi. Bila tidak dicurigai adanya kelainan-kelainan seperti di atas,  maka endoskopi dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pemeriksaan barium. Endoskopi yang normal, harus dilanjutkan dengan manometri; dan bila manometri juga normal, maka diagnosanya adalah disfagia fungsional.

Foto thorax merupakan pemeriksaan sederhana untuk pneumonia. CT scan dan MRI memberikan gambaran yang baik mengenai adanya kelainan struktural, terutama bila digunakan untuk mengevaluasi pasien disfagia yang sebabnya dicurigai karena kelainan sistem saraf pusat. Setelah diketahui diagnosanya, penderita biasanya  dikirim ke  Bagian  THT,  Gastrointestinal,  Paru,  atau Onkologi, tergantung penyebabnya. Konsultasi dengan Bagian  Gizi juga diperlukan, karena kebanyakan pasien me-merlukan modifikasi diet.

Etiologi
Gangguan Motilitas dan obstruksi mekasnis bertanggung jawab untuk terjadinya disfagia. Penyebab orofaringeal adalah gangguan dari mulut, saluran pernapasan atas, atau faring, mencakup gangguan anatomi, neoplastik, infeksi dan neurologik. Penyebab esofageal adalah karsinoma, esofagitis, aklasia, cincin kontraksi, spasme difus, divertikulum Zenker, skleroderma, massa ekstrinsik, hernia paraesofageal, selaput esofageal, striktur anomali vaskular, dan gangguan emosi. Kadang-kadang, refluks gastroesofageal (GE) menimbulkan spasme esofagus atas dan disfagia.

Sumber:
Arvin, Behrman Klirgman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume 2. Jakarta : EGC.
Pencitraan Disfagia oleh Dr.Rista D.Soetikno, Sp.Rad (K), M.Kes. dari Bandung : UNPAD.

Schwartz, Shires, Spencer. 2000. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta: EGC.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak – Nelson.