Pages

Senin, 17 November 2014

Dermatofitosis (Tinea / Kurap)

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yan disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Nama lain dari dermatofitosis adalah tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata. Penyebab dari dermatofitosis adalah golongan jamur dermatofita yang mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Klasifikasi
Pembagian yang lebih praktis adalah berdasarkan lokasi tubuh yang terserang jamur. Dengan demikian dikenal bentuk-bentuk:
  • Tinea kapitis, menyerang kulit dan rambut kepala.
  • Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
  • Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
  • Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
  • Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
  • Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
  • Tinea imbrikata, dengan susunan skuama yang konsentris dan disebabkan Trichophyton concetricum.
  • Tinea favosa atau favus, disebabkan oleh Trichophyton schoenleini yang seccara klinisnya berbentuk skutula dan berbau seperti tikus.
  • Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukan daerah kelainan.
  • Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Istilah diatas dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis.

Gejala klinis
Tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut mempunyai morfologi khas. Penderita merasa gatal, kelainan berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Echzema marginatum adalah istilah yang tepat untuk lesi dermatofitosis secara deskriptif.

Dibawah ini merupakan bentuk-bentuk klinis dari dermatofitosis berdasarkan lokalisasinya:

A. Tinea pedis (Athlete’s foot, kutu air)

Tinea pedis ialah dermatofitosis pada kaki terutama pada sela-sela jari kaki dan telapak kaki.
  1. Bentuk interdigitalis adalah yang paling sering terlihat. Diantara jari IV dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga tejadi selulitis, limfanitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas yang disertai gejala-gejala umum.
  2. Bentuk lain ialah disebut moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi, hingga punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.
  3. Pada bentuk subakut terlihat vesiko-pustul dan kadang-kadang bula.Kelainan ini dapatmulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut koloret. Jamur terdapat pada bagian atap vesikel. Untuk menemukannya sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk diperiksa secara sediaan lansung atau dibiak.
Tinea pedis banyak terjadi pada orang yang sering menggunakan sepatu tertutup disertai perawatan kaki yang buruk dan para pekerja dengan kaki selalu atau sering basah. Tinea manum adalah dermatofitosis pada tangan. Semua bentuk yang dilihat di kaki dapat terjadi pula pada tangan.

B. Tinea unguium 
Tinea ungium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita. ZAIAS membaginya menjadi 3 bentuk klinis (1972):
  1. Bentuk subungual distalis, mulai dari tepi distal atau distolateral kuku menjalar ke proksimal dam dibawah kuku terbentuk sisa kuku rapuh. Kalau proses berjalan terus, permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang menyerupai kapur.
  2. Leukonikia trikofita, berbentuk leukonikia atau keputihan di permukaan kutu yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
  3. Bentuk subungual proksimalis, bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal masih utuh, sedangkan di bagian proksimal telah rusak.

C. Tinea kruris
Tinea kruris adalah ermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat menjadi penyakit yang berlansung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas tegas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Bila penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. 

D. Tinea korporis
Tinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut. Lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Derah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadng-kdang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Pada tine korporis yan menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.


E. Tinea capitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk yang jelas.

  1. Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan di anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat sebagai grey patch. Pada pemeriksaan dengan menggunakan lampu Wood dapat terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit.
  2. Kerion adalah reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap.
  3. Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan T. violaceum. Rambut yang terkena infeksi patah dan tepat pada muara folikel dan tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut ini member gambaran khas, yaitu black dot.
Sumber:
2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Minggu, 16 November 2014

Fisiologi Kulit

Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.

Fungsi Kulit
1.     Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam dan alkali uat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/ bakteri maupun jamur. Hal ini dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang peranan sebagai pelindungg terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap pelbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5  - 6.5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
2.   Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3.     Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat tidak berguna lagi atau sisa metabolism dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormone androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.
4.  Fungsi persepsi, kulit mengandun ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yan erotik.
5.  Fungsi pengaturan suhu (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan kerinat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.
6.   Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal: melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E, sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrite, disebut pula sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan O2. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrite sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7.  Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin keatas sel menjadi makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti.
8.       Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan menubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vtamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot dibawah kulit.

Sumber :
2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.